Senin, 16 Mei 2011

Bangsa Mengandalkan Mahasiswa ( Sarjana )

Memang fantastis jumlah mahasiswa di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Lonjakan peminat menambah gelar sarjana di belakang nama seseorang, tak cukup dinyatakan dalam angka puluhan ribu. Semua orang ingin mencapai gelar sarjana atau sederajat, katanya “hari gini nggak sarjana, mana keren brow”.
Hal ini memang bagus, menandakan bahwa telah ada kemajuan pendidikan di bumi putra tercinta ini. Semakin banyak saja orang pintar di negeri ini, tentu sesuai dengan cita-cita nasional republik ini seperti yang terdapat pada Pembukaan UUD 1945, mencerdaskan kehidupan bangsa. Masuk perguruan tinggi juga semakin mudah dan murah dengan berbagai kebijakan dari pemerintah. Biasiswa untuk calon mahasiswa ataupun mahasiswa banyak bercucuran, mulai dari pemerintah pusat sendiri, bidik misi misalnya. Selain itu, beasiswa banyak juga ditawarkan oleh perusahaan swasta dalam negeri, perusahaan luar negeri, universitas dalam negeri ataupun universitas di luar negeri.
Mahasiswa identik dengan agen dari bangsa ini untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Peran mahasiswa sebagai agen perubahan terbukti saat mahasiswa turun ke jalan secara serempak untuk mengadakan perubahan yang fundamental bagi kehidupan bangsa ini. Mereka membongkar tembok tirani dan membangun dinding demokrasi pada suatu peristiwa yang oleh sejarah disebut sebagai masa reformasi, tahun 1998. Rakyat Indonesia tentu tak akan melupakan peristiwa penting itu.
Kemudian yang menjadi menarik saat ini adalah setelah tembok besar tirani runtuh dan dinding demokrasi menjulang tinggi yang berarti memberikan kebebasan setiap rakyat untuk bergerak dan beraktivitas, sumbangan apa yang dapat diberikan oleh mahasiswa untuk negeri ini? Apakah dengan kembali turun ke jalan, meneriakkan aspirasi mereka kepada pemerintah, mengkritisi kebijakan pemerintah dengan anarkisme yang hasilnya nihil? Mengabdikan diri kepada bangsa dengan berusaha mempraktekan ilmu yang telah diperolehnya selama menjadi mahasiswa, atau diam saja dan menerima dengan senang hati setiap kebijakan pemerintah untuk rakyatnya?
Saya yakin sebagai sesama mahasiswa, kita akan terus beruasa ambil bagian dari republik ini. Diam saja jelas tidak akan membawa perubahan apa-apa bagi bangsa ini, begitu juga dengan hanya mengeluarkan aspirasi dengan cara yang bukan membantu masyarakat malah meresahkan masyarakat, misalnya denang berorasi di tengah jalan kota, atau bentrok dengan aparat yang akan menertibkan aksi. Tentu niat yang mulia ini tidak akan tersampaikan bila dilakukan dengan cara-cara yang demikian. Memang ini bisa menimbulkan perubahan, namun menurut hemat saya, perubahan menuju ke arah yang semakin tidak terarah.
Mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat dan menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 memang salah satu tugas mahasiswa dan akan dipertimbangkan pemerintah dalam mengambil kebijakan selanjutnya, bila cara yang digunakan sesuai aturan main. Namun perlu untuk diingat kembali, tugas mahasiswa sebagai agen perubahan tidak hanya berhenti di sini. Masih banyak pekerjaan tangan dan pekerjaan pikiran untuk mahasiswa guna mewujudkan negeri yang sejahtera.
Mahasiswa merupakan calon masyarakat terdidik yang nantinya akan menjadi pengganti orang-orang yang memerintah sekarang. Sebelum melangkah ke masa itu, mahasiswa sangat dinantikan perananya dalam masyarakat untuk mengaplikasikan apa yang telah ia peroleh dari belajarnya. Tak heran bila bangsa ini menyimpan asa yang kuat kepada para mahasiswa untuk menciptakan suatu hasil belajar baik berupa fisik ataupun non fisik yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sekedar menilik ke masa perang terdahsyat dalam sejarah umat manusia, Perang Dunia II ( World War II ). Dari sana kita bisa melihat peranan para sarjana Barat dalam peperangan. Mereka tidak hanya duduk diam dan menyaksikan para tentara pembela negara berjuang di medan peperangan dan sibuknya panglima-panglima perang mengatur strategi agar bisa memenangkan pertempuran dengan lawan-lawan mereka. Sarjana disibukkan dengan aktivitas di laboratorium, memikirkan bagaimana caranya membuat suatu senjata perang baru yang efektif mengalahkan lawan mereka. Usaha mereka pun membawakan hasil positif, mereka berhasil menciptakan senjata-senjata dan peralatan perang baru, menemukan berbagai jenis ranjau laut misalnya.
Pada perang yang merenggut lebih dari 50 juta nyawa manusia dalam tempo kurang dari enam tahun ini (P.K. Ojong, 2004), pertama kali ditemukan radar dan produksi kendaraan tempur dalam jumlah yang sangat besar. Ini semua berkat usaha para sarjana yang turut ambil bagian dalam usaha negara mereka mengalahkan lawannya.
Kita sekarang memang tidak dalam keadaan perang secara fisik dengan suatu bangsa lain, tapi itu bukan berarti kita (Calon Sarjana) diam terpaku tanpa menghasilakan apa-apa. Kiata lihat di daerah perbatasan republik kita Negara tetangga, apakah kita hanya cukup mengutuk dan gembar-gembaor tanpa ada tindakan nyata? Apakah hanya akan menyalahkan pemerintah, menghardik menteri luar negeri, mencela presiden atau meragukan keberanian panglima TNI?
Mahasiswa, agen perubahan, apa yang kita persembahkan untuk Ibu Pertiwi? Akankah kita selalu menuntut hak kita sebagai warga Negara, mendapat perlindungan, penghidupan yang layak, pendidikan cukup, dan kebebasan berorasi tanpa memikirkan apa kewajiban kita kepada Negara dan dan malu kepada gelar yang akan kita sandang nanti, Sarjana.

1 komentar :